Pekanbaru,
3/11 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Riau berupaya membenahi aset negara yang
bermasalah, untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
menyatakan potensi kerugian akibat aset bermasalah mencapai sekitar Rp5,1
triliun.
"Mengenai
aset negara, kita masih berupaya membenahinya," kata Gubernur Riau HM
Rusli Zainal di Pekanbaru, Rabu.
Ia mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memperbaiki pengaturan aset sebagai bentuk reformasi birokrasi di lingkungan Pemprov Riau. Masalah aset negara tersebut terjadi karena banyak pencatatan yang tak sesuai dengan Kartu Inventaris Barang (KIB) dalam aturan yang berlaku.
Ia mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memperbaiki pengaturan aset sebagai bentuk reformasi birokrasi di lingkungan Pemprov Riau. Masalah aset negara tersebut terjadi karena banyak pencatatan yang tak sesuai dengan Kartu Inventaris Barang (KIB) dalam aturan yang berlaku.
Masalah tersebut diakui cukup pelik
karena telah berlangsung lama bahkan ada aset Riau yang belum tercatat dengan
baik hingga provinsi itu dimekarkan menjadi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2002.
Sementara itu, Kepala Seksi Riau IA BPK Perwakilan Riau, Badri, mengatakan pemerintah Provinsi Riau belum menindaklanjuti temuan aset bermasalah dari hasil audit BPK.
Rekomendasi yang belum dijalankan Pemprov Riau itu antara lain belum dilakukannya inventarisasi aset final yang kemudian diserahkan kepada BPK Perwakilan Riau.
Batas waktu yang diberikan kepada Pemprov Riau untuk menjelaskan temuan aset yang bermasalah dalam laporan keuangan daerah, namun aset itu tidak dijumpai dalam bentuk fisik itu telah lewat.
BPK Perwakilan Riau memberikan tenggat waktu selama 60 hari, terhitung sejak hasil audit laporan keuangan APBD Riau tahun 2009 diserahkan dalam sidang paripurna DPRD Riau pada 29 Juni 2010.
Temuan aset bermasalah dari APBD Riau yang terus berakumulasi hingga tahun 2009 yang mencapai Rp5,1 triliun itu, mengindikasikan adanya kerugian negara yang bisa mengarah kepada korupsi oknum birokrasi.
Sementara itu, Kepala Seksi Riau IA BPK Perwakilan Riau, Badri, mengatakan pemerintah Provinsi Riau belum menindaklanjuti temuan aset bermasalah dari hasil audit BPK.
Rekomendasi yang belum dijalankan Pemprov Riau itu antara lain belum dilakukannya inventarisasi aset final yang kemudian diserahkan kepada BPK Perwakilan Riau.
Batas waktu yang diberikan kepada Pemprov Riau untuk menjelaskan temuan aset yang bermasalah dalam laporan keuangan daerah, namun aset itu tidak dijumpai dalam bentuk fisik itu telah lewat.
BPK Perwakilan Riau memberikan tenggat waktu selama 60 hari, terhitung sejak hasil audit laporan keuangan APBD Riau tahun 2009 diserahkan dalam sidang paripurna DPRD Riau pada 29 Juni 2010.
Temuan aset bermasalah dari APBD Riau yang terus berakumulasi hingga tahun 2009 yang mencapai Rp5,1 triliun itu, mengindikasikan adanya kerugian negara yang bisa mengarah kepada korupsi oknum birokrasi.
"Temuan dari aset yang bermasalah
itu tidak memiliki kelengkapan, seperti nilai asetnya ada, tapi bentuk fisik
barang tidak jelas. Kondisi itu bisa karena inventarisasi aset yang buruk atau
hal lain," kata Badri.
BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian untuk yang kedua kali pada hasil audit laporan keuangan APBD Riau 2009. Opini itu diberikan karena penatausahaan aset tetap yang dilaporkan dalam neraca belum tertib, seperti tidak didukung rincian aset dan hasil pengujian nilai aset yang dimasukkan dalam Kartu Inventaris Barang (KIB).
Auditor menemukan aset tetap berupa generator turbin gas 20 MW milik Pemprov Riau yang diserahkelolakan kepada perusahaan daerah PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) belum tercatat dalam KIB. Kemudian pengelolaan SPBU milik Pemprov Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru serta kinerja Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau yang mengkapitalisasi belanja kegiatan pemeliharaan selama dua tahun anggaran 2008 hingga 2009.
BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian untuk yang kedua kali pada hasil audit laporan keuangan APBD Riau 2009. Opini itu diberikan karena penatausahaan aset tetap yang dilaporkan dalam neraca belum tertib, seperti tidak didukung rincian aset dan hasil pengujian nilai aset yang dimasukkan dalam Kartu Inventaris Barang (KIB).
Auditor menemukan aset tetap berupa generator turbin gas 20 MW milik Pemprov Riau yang diserahkelolakan kepada perusahaan daerah PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) belum tercatat dalam KIB. Kemudian pengelolaan SPBU milik Pemprov Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru serta kinerja Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau yang mengkapitalisasi belanja kegiatan pemeliharaan selama dua tahun anggaran 2008 hingga 2009.